Pertanian Sektor Utama Pangan Dunia, Sarjana Pertanian Wajib Baca!

Img: Ilustrasi Petani Milenial
img: Ilustrasi Petani Milenial
SHARE

MEDAN Pertanian bukan bidang yang banyak diminati bagi para generasi milenial saat ini. Padahal pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi negara kita.

Banyangkan, jika tanpa pengelolaan pertanian yang benar, mungkin kita bisa menjadi negara kelaparan. Dengan potensi tanah dan kesuburan yang kita miliki, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama pangan dunia bukan hanya Asia.

Pemerintah sudah melakukan banyak program agar ketahanan pangan kita semakin baik. Lalu bagaimana dengan Kita? Siapkah kita menjadikan Indonesia sebagai pemain utama pangan dunia.

Baca Juga: Jangan di Pandang Sebelah Mata! ‘Petani Pekerjaan Yang Mulia’

Kini jumlah sarjana pertanian yang berminat pada bidang pertanian kian sedikit. Hal ini berakibat pada lambatnya regenerasi di sektor itu. Padahal, kehadiran petani menjadi penanda kesehatan masyarakat akan terjaga. Hal itu mendorong petani untuk hadir dan mengisi garda depan bersama tenaga medis dalam menghadapi pandemi Covid-19 saat ini.

Krisis minat sarjana pertanian pada dunia pertanian terjadi merata hampir di seluruh universitas di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2003 menyebutkan usia petani semakin menua. Generasi muda hanya sekitar 12,2% saja yang terjun di bidang pertanian.

Baca juga:  Rutan Perempuan Medan kembali Razia Mendadak Kamar Hunian, Kenapa?

Jika melihat pada komoditasnya, akan terlihat semakin “mengerikan”, karena pemuda yang berminat pada pertanian, juga tak banyak yang berminat menanam padi yang merupakan pangan pokok masyarakat.

Padahal, mestinya seorang sarjana pertanian mampu melakukan usaha tani dari mulai menanam hingga menjual hasil taninya berdasarkan keilmuan.

“Hanya sekitar 9,5% pemuda yang berminat untuk terjun menanam padi. Kelompok ini pun merupakan kelompok yang kalah, dalam artian kelompok yang tidak diterima dalam bidang lain,” ujar Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (31/5).

Sementara yang memiliki latar belakang sarjana hanya 0,8%. Padahal setiap tahun lulusan pertanian mencapai ribuan orang.

Data LPPM IPB menunjukkan bahwa sarjana pertanian yang langsung terjun ke pertanian sangat sedikit. Biasanya, mereka akan terlebih dahulu terjun di bidang lain dan ketika sudah percaya diri baru kemudian terjun di bidang pertanian.

Kondisi serupa sebenarnya juga terjadi pada minat pemuda untuk terjun ke pertanian di bidang hortikultura. Survei KRKP tahun 2014 di Kediri, Tegal, Karawang dan Bogor, pada tanaman pangan dan hortikultura menunjukkan, keluarga tanaman pangan hanya 37% anak muda yang mau meneruskan usaha pertanian orangtuanya. Sedangkan hortikultura 46%.

Baca juga:  Al Faqih Bocah 4 Tahun Gembira dengan Kapolda Sumut

Angka keluarga yang ingin anak mereka meneruskan usaha pertanian di bidang hortikultura tampak lebih tinggi dan hal ini wajar mengingat tanaman hortikultura lebih tinggi harganya sehingga petaninya pun penghasilannya bisa lebih tinggi. Namun disparitas angka peminatan juga tidak begitu jauh antara tanaman pangan dan hortikultura.

Untuk mendorong minat anak muda terjun ke pertanian, pemerintah perlu mengupayakan adanya peningkatan akses dan kepemilikan lahan, peningkatan sarana dan prasarana, kepastian penghasilan dengan kebijakan harga yang baik, peningkatan pengetahuan tentang dunia pertanian, dan pembenahan dunia pendidikan.

“Seorang guru besar pernah mengungkapkan, dunia pendidikan pertanian terlalu akademis, kurang ke arah vokasi. Bertani itu pada akhirnya bagian dari ikhtiar, untuk menyempurnakan hajat manusia. Bukan hanya masalah tanam-menanam, jadi kalau sekarang kita tidak merindukan pertanian maka kita tidak merindukan kehidupan yang lebih sempurna,” tambahnya. (SK/JP)

 

SHARE

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*