Unjuk Rasa Jilid III: Massa Desak Kepastian Hukum Kasus Risman Siantur
Pematangsiantar – (8/8/2025) — Ada sebanyak ratusan massa yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Anti Kriminalitas (SIMAK) bersama Tim Advokat Peduli Keadilan kembali menggelar aksi unjuk rasa lanjutan jilid ketiga, sebagai bentuk protes terhadap dugaan ketidakpastian hukum dalam penanganan perkara Risman Sianturi.
Aksi damai ini dipimpin langsung oleh Koordinator Lapangan Pdt. Peberia Listina Siahaan, bersama orator Horas Sianturi dan Faisal Kurniawan, yang juga bertindak sebagai koordinator aksi.
Risman Sianturi diketahui telah mendapatkan penangguhan penahanan tanpa pernah mengajukan permohonan, padahal ia dengan tegas menolak status sebagai tersangka dan menuntut pembebasan demi hukum. Lebih dari itu, masa penahanan maksimal 120 hari sebagaimana diatur dalam KUHAP telah habis, namun belum ada kepastian pelimpahan berkas perkara (P-21) dari pihak kepolisian kepada kejaksaan karena indikasi tidak cukup bukti.
Sorotan Hukum dan Tuntutan Massa
Dalam orasinya, massa menyuarakan dugaan maladministrasi dan cacat prosedural yang dilakukan oleh penyidik dan Kanit PPA Polres Pematangsiantar, serta mempertanyakan komitmen penegakan hukum yang adil dan profesional.
Para demonstran menyampaikan tuntutan utama mereka:
“Bebaskan Risman demi hukum! Jika terbukti bersalah, hukum Risman! Tapi jika tidak ada bukti, bebaskan dia!”
Salah satu orator bahkan menyerukan:
“Jika tidak mampu menyelesaikan ketidakbenaran anggotanya, copot Kapolres Kota Pematangsiantar!”
Dasar Hukum yang Disorot
Beberapa payung hukum yang menjadi dasar tuntutan dan sorotan aksi ini antara lain:
Pasal 24 ayat (1) dan (2) KUHAP:
Penahanan terhadap tersangka tidak boleh melebihi waktu maksimal 120 hari untuk tahap penyidikan dan penuntutan tanpa pelimpahan ke pengadilan.
Pasal 77–83 KUHAP:
Memberikan hak kepada tersangka atau keluarganya untuk mengajukan praperadilan atas keabsahan penangkapan, penahanan, dan penghentian penyidikan atau penuntutan.
Pasal 14 huruf b UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM:
Setiap orang berhak untuk tidak ditangkap, ditahan, disiksa, atau dibuang secara sewenang-wenang.
Asas Hukum Pidana “Nullum Crimen Sine Lege”:
Tidak ada perbuatan yang dapat dipidana tanpa aturan hukum yang mengaturnya. Jika tidak cukup bukti, maka penyidikan harus dihentikan.
Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana:
Mengatur tahapan penyidikan secara ketat, termasuk batas waktu dan syarat formal pelimpahan perkara ke kejaksaan.
Aksi Menyasar Institusi Penegak Hukum
Aksi damai kali ini menyasar tiga institusi hukum di Kota Pematangsiantar, yakni:
Kejaksaan Negeri Pematangsiantar
Polres Kota Pematangsiantar
Pengadilan Negeri Pematangsiantar
Untuk ketiga kalinya, para peserta aksi mendatangi Mapolres Kota Pematangsiantar, namun Kapolres belum berada di tempat saat massa tiba.
Menjelang sore hari, situasi sempat memanas ketika massa mendesak masuk ke area Mapolres dan terjadi aksi saling dorong dengan aparat kepolisian. Namun ketegangan dapat diredakan setelah dilakukan negosiasi terbuka.
Respons Polres dan Harapan Masyarakat
Akhirnya, AKP Fitra dari Polres Pematangsiantar menerima perwakilan massa. Dalam keterangan pers usai pertemuan, Horas Sianturi menyatakan:
“Pihak Polres meminta waktu hingga hari Senin untuk menjadwalkan pertemuan langsung dengan Ibu Kapolres,” ujarnya.
Aksi unjuk rasa kemudian ditutup dengan tertib dan damai. Massa perlahan meninggalkan area Mapolres Kota Pematangsiantar sambil tetap menjaga ketertiban dan berkomitmen untuk mengawal proses hukum Risman Sianturi hingga tuntas.
(SK/Rudi Mirza)
